Senin, 07 Januari 2008

Bukit Sandeh Milik Pan Sringin

Perguliran waktu adalah parade sejarah kehidupan dengan penggalan episode seputar kisah kehidupan, ihwal awal sebuah perkampungan dan riwayat sebuah tempat. Nama asli Bukit Hexon adalah Bukit Sandeh, sebuah bukit hijau di ketinggian 1320 meter dari permukaan laut (dpl), 60 km dari Denpasar atau dapat ditempuh dengan kendaraan 1 jam, 15 menit dari Kota Denpasar. Keindahan Bukit Sandeh terkurung di antara air terjun Yeh Mampeh, 3 km di sebelah timur yang belum dikembangkan dan Pura Puncak Mangu di sebelah selatan.

Bagaikan dua tetangga, Bukit Sandeh berbatasan dengan hutan lindung (sebelah selatan) yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan sebutan hutan Alas Gege. Bagi warga sekitar, Alas Gege inilah adalah oase. Dari hutan yang didominasi tumbuhan cemara pandak, cemara geseng, kopi jenis arabika dan markisa itu mengalir mata air berlimpah. Di timur Bukit Sandeh menjulang sebuah bukit kecil bernama Bukit Jambul. Bukit Hexon berpotensi menjadi areal agrowisata pertama di Kabupaten Buleleng bahkan propinsi Bali. Di sekitar kawasan Bukit Hexon ada sumber air panas, jalur veteran (pejuang) dari arah Kintamani sekitar 10 km, jalur tembus menuju Danau Buyan dan ada potensi tracking hutan belantara.

Bukit seluas 8 hektar itu awalnya milik Pan Sringin, warga desa setempat. Ia menjual kepada Pak Edi, seorang keturunan Cina asal Singaraja untuk ditanami tumbuhan kopi jenis arabika. Pada tahun 1997, Bukit Sandeh dibeli Gede Sandi, pensiunan PNS untuk dijadikan areal peternakan sapi Bali. Letaknya memang terpencil dan sangat cocok untuk kegiatan peternakan. Tanahnya yang subur bisa ditanami berbagai jenis rumput atau pakan ternak. Gede Sandi mendirikan sebuah kandang sapi yang masih berdiri tegak hingga kini. Pada November 2006, Gede Sandi menjual Bukit Sandeh kepada perintis pertanian organik berbasis Teknologi Effective Microorganisms (EM) di Indonesia, Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles.

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung