Senin, 07 Januari 2008

Investor Dari Perancis Pilih Mundur

Sosok Gede Sandi, pensiunan PNS akan dikenang masyarakat Tempek Lobong dan sekitarnya sebagai sosok perintis usaha pertanian dan peternakan di daerah mereka yang terpencil. Pada tahun 1997, ia membeli kawasan Bukit Hexon (kala itu Bukit Sandeh) seluas 11 hektar dari seorang pengusaha Cina yang bernama Pak Edi. Bukit Sandeh kala itu ditumbuhi beberapa pohon kopi dan tanaman markisa. Selebihnya adalah semak belukar, sama sekali tidak terurus. Ia melihat ada potensi dan prospek agrowisata yang bisa dikembangkan. "Untuk itu saya mengundang tenaga survei dari Perancis lewat konsulat yang ada di Jakarta. Survei dan pemetaan dilakukan selama 15 hari. Saya teringat waktu itu, setiap lima meter dipatok, dibawa komando team survei dari Jakarta. Tujuannya untuk membangun beberapa villa, taman rekreasi, industri kecil, peternakan, pertanian dan sebagainya," tuturnya.

Awal ketertarikan Gede Sandi berinvestasi di daerah terpencil karena terpikat menyaksikan kehidupan masyarakatnya yang lugu, polos, tidak ada kepalsuan sama sekali. Mereka tekun bekerja secara tradisional, hanya sebagai penggarap ladang, pengumpul kayu hutan. Penghasilnya sangat rendah, sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Kondisi ini mendorong saya untuk mengolah, memberdayakan Bukit Sandeh agar lebih produktif. Saya ingin memberdayakan masyarakat yang ada di sana. Bersama dengan Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK) yang hendak membuka jalan baru, tetapi tidak tembus, masih ada sekitar 400 meter. Sisanya ini saya keluarkan uang pribadi dan bersama masyarakat membuka jalan secara swadaya.

Pada tahun 2005, ia menjaul 8 ha kepada Pak Oles, sisanya 3 ha dikelola untuk kegiatan pertanian. Bukan ceritera kebetulan, Gede Sandi bertemu Pak Oles. Ada kisah panjang yang coba dituturkan Gede Sandi. Awalnya, ia bekerja sama dengan investor dari Perancis untuk membangun vila agrowisata. Ketika kondisi politik dan ekonomi dalam negeri mengalami guncangan luar biasa pada tahun 1997, investor asing itu mundur.

Niat Gede Sandi pun terbentur modal untuk mengolah proyek besar tersebut. Terbersit dalam pikirannya untuk menawarkan pengolahan ini kepada investor lokal. Salah satunya adalah Pak Oles. "Saya mengenal Pak Oles dari berbagai media massa, ceramah-ceramahnya, saya juga membaca buku-buku yang ditulisnya. Walau belum kenal secara akrab, tetapi saya berkeyakinan bahwa visi dan misi Pak Oles sangat cocok dengan apa yang saya idam-idamkan selama ini. Saya berdoa memohon petunjuk dari Yang Di Atas. Hingga satu malam, saya bermimpi bertemu dengan tiga orang bhiksu di Bukit Hexon, dengan pakaian merah, kuning, biru. Salah satu di antara mereka sempat tertawa dengan saya. Mungkin bhiksu yang tertawa itu adalah Pak Oles ha...ha...ha...," ujarnya bersemangat.

Hatinya dibalut kegembiraan tak terkirakan saat Pak Oles bersedia berinvestasi di Bukit Hexon. Apalagi di mata Gede Sandi, Pak Oles populer di Bali dengan visi pembangunan ekonomi dan industri dari desa. Itu berarti pembangunan Bukit Hexon adalah pembangunan yang sangat tepat sasar. Ekonomi di desa meningkat, SDM masyarakat terus diperbaiki, pendapatan masyarakat di desa terus meningkat, daerah isolasi dibuka, masyarakat diberdayakan, budaya, tradisi, kesenian dilestarikan. Ujungnya, kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. "Tidak salah kalau saya membawa Pak Oles ke naik bukit bersama rakyat di desa. Sekarang, itu semua sedang berjalan. Masyarakat dilibatkan secara aktif bahkan menjadi karyawan tetap pembangunan Bukit Hexon sambil terus menjalankan aktifitas rutin hariannya. Pertanian dan ladang diolah berbasiskan teknologi Efective Microorganisms. Koperasi karyawan dibentuk dengan nama Wahyu Pertiwi. Kesenian tradisional dihidupkan. Sampai kapanpun saya tetap berada di belakang Pak Oles dalam membangun Bukit Hexon," tegas Sandi dengan nada terharu.

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung