Senin, 07 Januari 2008

III KOPERASI WAHYU PERTIWI BERDANDAN POLOS

Pemberdayaan Bukan Impian Kosong

David Morley, kelahiran Amerika 1958, tercatat sebagai pria yang sukses memasarkan berbagai produk mobil. Kunci kesuksesannya ada dalam upaya tiada henti membangun dan menata impian demi impian. Impiannya, hari ini ketegaran hati konsumen luluh oleh presentasinya yang sederhana namun meyakinkan. Besoknya, lagi diimpikan ada ketokan subuh di pintu rumahnya. Siapa lagi kalau bukan konsumen yang tergesa-gesa ingin membeli produknya. Lusa, ada tantangan yang akan mematangkan impiannya. Begitulah seterusnya, impian itu dihidupi dan tentu saja diberi 'injeksi' harapan.

Di belahan bumi lain, di abad ini, hadir Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles yang meretas konsep pemberdayaan ekonomi di tanah kelahirannya. Lalu merambah desa lain dan perlahan melintasi kabupaten dan propinsi. Ia melihat, berbagai ideologi dan mazhab besar seperti sosialisme, komunisme, liberalisme dan terakhir kapitalisme mulai kehilangan daya sapa dan para pengikutnya karena tidak membawa KESEJAHTERAAN.

Justru sekarang ideologi yang akan diikuti masyarakat dunia adalah ideologi kesejahteraan. Bagaimana menerjemahkan ideologi tersebut dalam praktik nyata bukanlah perkara berat bagi seorang Pak Oles. Impiannya sangat sederhana sebagai seorang anak desa. Pembangunan harus dimulai dari desa. Jika SDM masyarakat pedesaan memiliki kualitas kompetitif, maka dengan sendirinya kota akan maju dan bangsa berkembang jaya. Sebaliknya, pembangunan industri di kota-kota besar disertai arus urbanisasi justru hanya memindahkan kemiskinan dari desa ke kota.

Di Bukit Hexon yang terpencil, pria kelahiran Singaraja, 9 Agustus 1961 mendukung penyempurnaan daur ekonomi masyarakat setempat lewat kegiatan berkoperasi. Koperasi di desa tidak lain adalah sokoguru perekonomian rakyat desa. Eddy Sukawiratha memelopori terbentuknya Koperasi Wahyu Pertiwi Bukit Hexon. "Hal mendasar yang mendorong saya untuk merintis koperasi ini untuk menjaga siklus perputaran uang," jelas alumnus jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya tahun 2003 ini. "Untuk beli beras saja, warga harus naik ojek ke pasar Pancasari dengan ongkos dua puluh ribu PP. Kenapa tidak kita akomodir saja semua kebutuhan mereka?" tegas pria asal Desa Bebetin Kecamatan Sawan ini.

Koperasi konsumsi yang berdiri tanggal 19 Maret 2006 tersebut kini beranggotakan 37 orang dan sedang berkantor di rumah Ketua Dusun Tempek Lobong, Made Yasa. Modal simpanan pokok didapat dari iuran anggota Rp 100 ribu per orang. Sembako sebagai kebutuhan pokok masyarakat sudah tersedia, termasuk produk Ramuan Pak Oles. Masyarakat pun menyambut gembira atas berdirinya koperasi. "Sekarang kalau mau belanja tidak perlu jauh-jauh. Kan bisa menghemat biaya transport," ujar Yasa yang sudah dikaruniai 4 orang anak itu.

Tidak ada komentar:

Statistik Pengunjung